Sejarah Perang Diponegoro ( Jawa Tengah ) | Sejarah kelas XI semester 1
Sejarah Perang Diponegoro
Latar belakang perlawanan diponegoro
Perseteruan
pihak keraton Jawa dengan Belanda dimulai semenjak kedatangan
Marsekal Herman Willem Daendels di Batavia pada tanggal 5 Januari
1808. Meskipun ia hanya ditugaskan untuk mempersiapkan Jawa sebagai basis
pertahanan Perancis melawan Inggris (saat itu Belanda dikuasai oleh Perancis),
tetapi Daendels juga mengubah etiket dan tata upacara lain yang menyebabkan
terjadinya kebencian dari pihak keraton Jawa .
Sebab-sebab terjadinya perlawanan
Adanya
kekecewaan dan kebencian kerabat istana terhadap tindakan Belanda yang makin intensif mencampuri urusan keraton melalui Patih Danurejo (kaki tangan
Belanda).
Adanya kebencian rakyat pada umumnya dan para
petani khususnya akibat tekanan pajak yang sangat memberatkan.
Adanya
kekecewaan di kalangan para bangsawan, karena hak-haknya banyak yang dikurangi.
Sebagai
sebab khususnya ialah adanya pembuatan jalan oleh Belanda melewati makam
leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.
Awal mulanya peperangan
Pada hari Rabu, 20 Juli 1825, pihak istana
mengutus dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk
menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo sebelum perang pecah.
Penyerangan di Tegalrejo memulai perang Diponegoro
yang berlangsung selama lima tahun. Diponegoro memimpin masyarakat Jawa, dari
kalangan petani hingga golongan priyayi yang menyumbangkan uang dan
barang-barang berharga lainnya sebagai dana perang, dengan semangat "Sadumuk
bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati"; "sejari kepala sejengkal
tanah dibela sampai mati". Sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung
dengan Diponegoro dan juga kyai maja yang terkenal alim dan ulama’.
Terjadinya perang sabil
Bagi Diponegoro dan para pengikutinya, perang ini
merupakan perang jihad melawan Belanda dan orang Jawa murtad. Sebagai
seorang muslim yang saleh, Diponegoro merasa tidak senang terhadap religiusitas
yang kendur di istana Yogyakarta akibat pengaruh masuknya Belanda, disamping
kebijakan-kebijakan pro-Belanda yang dikeluarkan istana.
Jalan peperangan sabil
Pertempuran terbuka
dengan pengerahan pasuka infantri, kavaleri, dan artileri. di kedua belah pihak
berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di
puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung
sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda
pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh
pasukan pribumi begitu pula sebaliknya. Pada puncak peperangan, Belanda
mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu suatu hal yang belum pernah terjadi
ketika itu di mana suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa
Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu.
Berakhirnya peperangan
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan
terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan
Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Modjo, pemimpin spiritual
pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan
panglima utamanya Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada
Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock
berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang.
Di sana, Pangeran Diponegoro
menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya
dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado,
kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam
tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan
bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia
sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000
orang Jawa. Setelah perang berakhir, jumlah penduduk Yogyakarta menyusut
separuhnya.
terus kunjungi blog pion43
Sejarah Perang Diponegoro ( Jawa Tengah ) | Sejarah kelas XI semester 1
EmoticonEmoticon